Euforia Anak-anak di Masjid saat bulan Ramadhan
Masjid dapat dipastikan lebih ramai jamaahnya saat bulan Ramadhan. Terlebih bagi anak-anak datang ke masjid saat salat tarawih merupakan kebahagiaan tersendiri. Berbagai macam anak dengan tingkah masing-masing.
Ada anak-anak yang memang ikut tertib menjalankan solat, ada yang bercanda dengan teman sebayanya namun saat salam pura-pura ikutan solat juga, ada yang saking aktif dan girangnya berlarian di depan sajadah para jamaah, dan tak ketinggalan para balita ikut serta meramaikan dengan suara teriakan dan juga tangisan lengkingnya. Saya rasa rerata masjid seperti itu kondisinya.
Tidak ada larangan dan batasan untuk datang ke Masjid. Jangan sampai Masjid menjadi tempat yang menakutkan bagi anak-anak. Karena niatnya mau solat (meskipun lebih kepada main-main) justru saat datang ke Masjid dimarahi dan dilarang oleh pihak takmir Masjid ataupun jamaah lainnya. Namun dibutuhkan kesadaran dari masing-masing anak untuk bisa tertib saat berada di Masjid. Lantas bagaimana dengan keberadaan balita di Masjid? tentunya hal ini terkait pengkondisian dari orang tua yang membawanya.
Pengalaman Pertama membawa anak ke Masjid
Masjid Al-Fajr.
Perdana bagi saya setelah empat tahun memiliki anak kecil untuk pergi solat Tarawih di Masjid. Bukan karena malas atau adanya kesibukan lain sehingga tidak menyempatkan waktu untuk datang ke Masjid. Adapun alasan terkuatnya adalah “Takut mengganggu ketenangan orang lain saat solat.” Karena sepengalaman saya saat masih singel dulu kebanyakan anak-anak kecil ketika dibawa orang tuanya ke Masjid mengganggu ketenangan para jamaah seperti penjelasan diatas euforia anak-anak saat datang ke Masjid. Tentunya secara kekhusukan orang tuanya sendiri pasti terganggu, apalagi orang lain.
Pada prinsipnya adalah “Jangan sampai membuat orang lain berdosa karena kita.” Dalam artian kita yang melakukan dan orang lain yang mengomentari. Meskipun hanya sebatas komentar dalam hati tentang kekesalannya pada kita tetap saja menimbulkan dosa bukan? apalagi kalau sampai berghibah. Menceritakan kekesalannya terhadap tingkah anak kita di Masjid kepada orang lain dan menyalahkan tindakan kita.
Dan tepatnya pada 22/3/23 malam pertama tarawih saya memberanikan diri membawa anak saya (Shaqia) ke Masjid. Karena sudah begitu berat rasanya rindu ini terbendung selama 4 tahun. yang dulunya memang ketika masa kanak-kanak hingga remaja saya gemar ke Masjid. Tertib dan ikut berperan aktif terhadap kegiatan yang ada di Masjid.
Alasan terkuat saya mengajak Shaqia ke Masjid adalah menurut saya usia 4 tahun sudah bisa diberi pengertian. Awal datang ke Masjid Shaqia sangat senang karena melihat banyak orang dan banyak pertanyaan yang ia sampaikan seputar keberadaan orang-orang. Dan saat hendak menjalankan solat Isya berjamaah saya berpesan padanya agar tenang dan ikut solat. Dengan posisi paling pojok sehingga tidak mengganggu barisan jamaah lainnya. Sempat terharu karena ia mampu mengikuti sebanyak 4 rakaat karena biasannya di rumah saat mengikuti saya solat dzuhur, dan ashar ia hanya mampu 2 rakaat.
Selepas solat Isya, ia melihat teman sepermainannya sehari-hari berada tak jauh dari saf kami. Sebelum lanjut menuju solat tarawih, saya berpesan padanya untuk tenang, ikut solat juga dan kalau capek duduk saja. Namun apa hendak dikata, yang namanya anak-anak tentu belum bisa diberi pengertian 100%. Shaqia dan temannya ikut merasakan euforia saat berada di Masjid. Berlarian dan juga berbincang gembira bersama. Jujur dari saya sendiri tidak khusu’ dengan tingkah anak saya dan temannya apalagi orang lain meskipun mereka berada dipojokan. Dengan berat hati saat selesai tarawih sebelum witir dan menuju ceramah saya segera membawa anak saya pulang. Dari pada orang lain lebih merasa lama terganggunya.
Dari pengalaman perdana membawa Shaqia solat tarawih saya mencari tentang keberadaan anak kecil di Masjid saat tarawih. Dari penjelasan yang saya cari menyatakan bahwa meskipun anak masih usia balita orang tua perlu mengenalkan anak pada agama. Mengajarkan solat dan mengaji, mendekatkan diri ke Masjid. Namun sebaiknya melihat sikon agar tidak mengganggu ketenangan jamaah yang sedang solat. Ada baiknya membawa anak balita ke masjid pada saat suasana masjid tidak terlalu ramai. Bisa dikenalkan anak pada masjid saat solat 5 waktu sehari-hari. Dalam hal ini bukan berarti mematahkan semangat saya untuk tidak membawa Shaqia ke Masjid. Namun saya harus banyak belajar lagi cara mengkondisikan anak, terlebih Shaqia tipikal anak yang aktif dan ekspresif.
4 Hal Yang Perlu Diketahui Ketika Membawa Anak Kecil Ke Masjid Saat Tarawih
1. T : Tertib
Dalam hal ini adalah rapi dan menurut aturan terkait dalam penempatan berada saat solat (shaf.) Ketika membawa anak kecil terlebih balita sebaiknya orang tua mencari posisi paling pojok ataupun di belakang. Dikhawatirkan anaknya mengganggu ketenangan jamaah yang berada disisi kanan, kirin atau bahkan dibelakangnya. Namun jika terlanjur dapat posisi di depan tidak jadi masalah, sebagaimana penjelasan dibawah ini:
Syaikh Ibnu Baz mengatakan:
فلو وجد مع أبيه لا يقطع الصف لا حرج إن شاء الله كاللبنة بين الصفين أو العمود بين الصفين لا يضر
“Andaikan anak-anak bersama ayahnya di shaf, maka ia tidak memutus shaf, dan tidak mengapa insyaAllah. Ini seperti ada penghalang antara dua shaf atau adanya tiang di antara dua shaf, ini tidak merusak (keabsahan shalat)” (https://binbaz.org.sa/old/38848).© 2023 muslim.or.id
2. I : Itikad
Itikad artinya kemauan yang teguh. Beritikad berarti memiliki kemauan yang kuat. Setiap orang tua tentunya memiliki itikad terhadap anaknya agar anaknya menjadi anak yang baik dan taat kepada ajaran agama. Sehingga membawa anaknya dan memperkenalkannya pada masjid. Namun itikad baik membawa anak ke Masjid sebaiknya juga memikirkan terhadap ketenangan para jamaah.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan:
يستحب بل يشرع الذهاب بالأولاد إلى المساجد إذا بلغ الولد سبعًا فأعلى، ويضرب عليها إذا بلغ عشرًا؛ لأنه بذلك يتأهل للصلاة ويعلم الصلاة حتى إذا بلغ فإذا هو قد عرف الصلاة واعتادها مع إخوانه المسلمين
“Dianjurkan bahkan disyariatkan untuk membawa anak-anak ke masjid, jika usia mereka 7 tahun atau lebih. Dan boleh dipukul jika usianya 10 tahun. Karena dengan membawanya ke masjid, ia akan terbiasa shalat dan mengetahui cara shalat. Sehingga ketika ia baligh, ia sudah paham cara shalat dan terbiasa shalat bersama saudaranya dari kaum Muslimin” (https://binbaz.org.sa/fatwas/12952). © 2023 muslim.or.id
3. K : Kondisikan
Tidak ada larangan dalam membawa anak-anak ke Masjid. Namun jika dirasa oran tua tidak mampu mengkondisikan anak untuk tenang berada di Masjid maka sebaiknya solat di rumah saja.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan:
أما الأطفال الذين دون السبع فالأولى ألا يذهب بهم؛ لأنهم قد يضايقون الجماعة ويشوشون على الجماعة ويلعبون فالأولى عدم الذهاب بهم إلى المسجد؛ لأنه لا تشرع لهم الصلاة
“Adapun anak-anak yang di bawah 7 tahun maka lebih utama tidak di bawa ke masjid, karena mereka bisa mengganggu jama’ah dan membuat kebisingan terhadap jama’ah, serta main-main. Lebih utama tidak membawa mereka ke masjid. Karena mereka pun belum disyariatkan untuk ke masjid” (https://binbaz.org.sa/fatwas/12952).© 2023 muslim.or.id
Dari Abu Qatadah radhiallahu ’anhu, ia berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمامة بنت العاص -ابنة زينب بنت الرسول صلى الله عليه وسلم- على عاتقه، فإذا ركع وضعها وإذا رفع من السجود أعادها
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong Umamah bintu al Ash, putrinya Zainab bintu Rasulullah, di pundak beliau. Apabila beliau shalat maka ketika rukuk, Rasulullah meletakkan Umamah di lantai, dan apabila bangun dari sujud maka beliau kembali menggendong Umamah” (HR. Bukhari no. 516, Muslim no. 543).© 2023 muslim.or.id