Wanita saat masih menjadi anak meskipun sudah dewasa ia tetap menjadi tanggung jawab orang tuanya. Orangtua bertanggungjawab dalam hal mengasuh, memelihara, melindungi dan mendidik anaknya sampai ia melepas masa lajangnya.
Dan saat menikah ia menjadi tanggung jawab suaminya. Seperti halnya menjaga, merawat, melindungi serta mencukupi kebutuhannya adalah tanggung jawab suami. Segala sesuatu diputuskan dan disetujui oleh suami berdasarkan kesepakatan bersama. Mulai dari tempat tinggal, keturunan, dan keberlangsungan roda kehidupan rumah tangga kedepannya dan berkaitan dengan siapa yang mencari nafkah.
Berbicara masalah mencari nafkah atau bekerja tentunya hal ini menjadi peranan penting yang harus dibicarakan dan disepakati untuk kepentingan dan terpenuhinya kebutuhan keluarga. Apakah yang mencari nafkah suami dan istri, atau hanya suami saja sedangkan istri tidak ikut berperan sama sekali alias di rumah menjadi ibu rumah tangga, atau bisa jadi istri saja yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dikarenakan suami kena PHK atau sakit.
Sebagai seorang istri yang tadinya sebelum menikah adalah sosok wanita yang tangguh, mandiri dan mampu menjelajahi berbagai pelosok negeri dikarenakan merantau jauh dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan dan bekerja. Namun saat sudah menikah wanita seakan menjadi merpati tanpa sayap. Langkahnya terikat tidak seperti dulu yang kemana ia mau tuju dan apa yang ia inginkan bisa langsung go. Saat telah menjadi nyonya ia harus minta izin dan manut kepada tuan rumah. Karena setiap keridhoan langkahnya terletak pada suaminya. Terlebih jika ia sudah memiliki anak. Maka banyak pertimbangan yang harus dipikirkan sebelum bertindak.
Latar belakang seorang wanita akan mempengaruhi sifat dan sikap kedepannya untuk menjadi seorang istri dan sekaligus ibu bagi anaknya. Hal ini tentunya sudah harus diketahui oleh suaminya. Mengenai status individu istri terkait pendidikan, agama, pekerjaan. Dan keberadaan keluarga besarnya, serta status sosialnya dengan lingkungan sekitar.
Sehingga saat ada keputusan bersama dalam keluarga inti tidak memberatkan kedua belah pihak. Seperti halnya suami tidak mengijinkan istri bekerja alias menjadi wanita karir meskipun dulunya sebelum mereka menikah suami tau bahwa istri bekerja. Namun dikarenakan ketidaknyamanan suami jika melihat istri di luar rumah untuk bekerja maka ia melarang istrinya bekerja dan mengharuskannya menjadi ibu rumah tangga. Dan memperkuat alasan bahwa ia sebagai suami mampu mencukupi semua kebutuhan keluarga. Jadi istri tidak perlu ikut lelah membanting tulang, cukup di rumah saja. Namun para suami harus ketahui bahwa:
“Tidak mudah bagi seorang wanita untuk memutuskan harus menjadi ibu rumah tangga. Terlebih jika ia adalah tipe wanita mandiri, punya tanggung jawab pada keluarga besarnya, dan terbiasa bersosialisasi dengan lingkungan luar”
Sekilas memang terlihat dan terkesan istri tidak manut sama suami. Semua kembali pada point latar belakang di atas hal itulah yang membentuk sikap dan sifat sang istri saat ini. jadi suami harus memaklumi akan hal itu dan mencari solusi terbaik untuk kebaikan bersama.
Untuk para suami di luar sana yang merasa para wanitanya keras dan tidak mau manut untuk harus di rumah saja menjadi ibu rumah tangga namun tetap ingin bekerja. Berikut tim hartika.id rangkum alasan para wanita tidak siap menjadi ibu rumah tangga :
” 4 Alasan Seorang Wanita Tidak Siap Menjadi Ibu Rumah Tangga”
1. T : Takut terjadi hukum meninggalkan dan ditinggalkan karena terlalu bergantung dengan suami
Kehidupan itu berawal dari sebuah ketiadaan dan menjadi ada oleh sang Maha pemilik kehidupan. Dan suatu saat pun sebuah keberadaan akan menjadi ketiadaan kembali alias kembali kepada sang empunya kehidupan. Dengan demikian setiap pasangan suami atau istri harus siap untuk ditinggalkan dan meninggalkan. Entah suami yang terlebih dulu menghadap sang Illahi ataupun bisa jadi istri duluan. Untuk waktunya pun adalah sebuah misteri namun hal tersebut merupakan sebuah kepastian hidup bahwa setiap yang berjiwa akan merasakan kematian.
Itulah menjadikan alasan terkuat seorang istri tidak siap menjadi ibu rumah tangga karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan (suami meninggal dunia) sedangkan ia sebagai istri selalu bergantung pada suami. Dan tentunya jika terjadi hal demikian perubahan drastis pada kondisi ekonomi keluarga pun akan terjadi terlebih jika tidak ada persiapan tabungan untuk masa depan dan pendidikan anak.
Selanjutnya hukum meninggalkan san ditinggalkan yang bukan sebuah kepastian namun bisa saja terjadi dalam kehidupan berumahtangga adalah terjadinya perselingkuhan karena wanita idaman lain. Suami tergoda dengan pesona wanita lain sehingga meninggalkan istrinya dengan alasan sang istri sudah tidak seperti dulu lagi, dll. Terlebih suami merasa ia punya kuasa atas segalanya dan istri hanya menampung tangan selama ini jadi keputusan untuk meninggalkan istri bisa semena-mena. Nah tidak terbayang bukan jika sampai hal buruk ini menimpa keluarga dan bagaimana nasib istri yang selama ini bergantung dengan suami? Meskipun Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan makhluknya selagi ia bergerak dan berusaha.
2. I : Ingin memberikan apresiasi pada orangtua
“Untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika ujung-ujungnya hanya menjadi ibu rumah tangga?!” Sebuah pernyataan bagi setiap wanita yang menginginkan menjadi wanita karir. Dan bisa jadi pernyataan sekaligus pertanyaan bagi para orang tua pada anak wanitanya yang menginginkan agar anak wanitanya menjadi seorang yang bertitel dan bekerja sebagai wanita karir.
Karena alasan ingin memberikan apresiasi pada orang tualah yang menyebabkan istri tidak siap untuk menjadi ibu rumah tangga. Terlebih jika saat hendak kuliah orang tua berpesan bahwa ia mau nasib anaknya lebih baik darinya dan rela mengeluarkan banyak uang demi melihat anaknya jadi sarjana dan bisa jadi orang kantoran.
Setiap orang tua pasti menginginkan kehidupan anaknya mapan terutama saat ia sudah memiliki pasangan. Meskipun suaminya mampu mencukupi semua kebutuhan keluarga dan hidup sejahtera tapi bagi istri memberi sesuatu kepada orang tua sendiri akan lebih berarti jika dari hasil jerih payah sendiri.
Terlebih jika memiliki suami yang perhitungan setiap apapun itu harus diberitahu dan jika suami tau bahwa istri memberi sesuatu pada orang tuanya maka terlihat raut wajah suami berubah. Disanalah beban batin bergejolak yang terjadi pada istri maka hal itulah salah satu alasannya yang membuat ia tidak mau hanya menjadi ibu rumah tangga.
3. K : Kondisi keluarga besar istri yg menuntut
Pentingnya suami mengetahui latar belakang istri sebelum menikah adalah ditakutkan jika istri merupakan tulang punggung keluarga. Dimana orang tuanya tidak mampu dan ia memiliki adik-adik yang masih sekolah.
Jika dulunya ia yang berperan penuh menyokong kehidupan keluarga besarnya namun saat setelah menikah jika suami melarang ia untuk tidak bekerja alias menjadi ibu rumah tangga bagaimana nasib orang tua dan adik-adiknya?
Hal ini tentunya menjadi catatan jika suami tidak siap menanggung beban keluarga besar istri dikarenakan ia merasa keluarga besar istri bukan tanggung jawabnya karena terlalu perhitungan dan menganggap keluarga istri adalah orang lain. Dan bisa jadi pemasukan suami terbatas hanya cukup untuk keluarga intinya saja.
4. A : Adanya tanggapan miring dari keluarga besar atau tetangga
Namanya juga hidup kita yang jalani orang lain yang mengomentari. Sudah hukum kehidupan dan harus siap dengan sebuah komentar orang lain terhadap kita. Kita baik pun orang lain akan berkomentar dan berprasangka “pasti ada maunya..” Apalagi saat kita tidak baik atau melakukan tindakan yang tidak sesuai menurut pemahaman mereka tentunya berbagai tanggapan miring pun bermunculan.
Saat sang istri hanya di rumah saja dan menjadi ibu rumah tangga yang identik dengan wanita yang tidak bekerja. Maka tanggapan miring dari kuarga besar suami bermunculan
“Istrinya hanya bisa berdiam diri di rumah dan pintar menghabiskan uang suami saja”
Dan diperkuat oleh tanggapan miring dari keluarga besar istri sendiri “Kasihan ortumu udah banyak keluar uang buat kuliahin tapi ijazah hanya dibawa mutar-mutar ke dapur, sumur dan kasur saja”
Dan ditambah bumbu-bumbu penyedap dari tetangga yang menjadi wanita karir “Kita para wanita mandiri yang tidak hanya menampung tangan dengan suami”
Karena bermunculan tanggapan miring itulah membuat istri tidak siap menjadi ibu rumah tangga.
Memang sejatinya bahwa sebaik-baik wanita adalah tetap di rumah menjalani peran penuh sebagai istri dan ibu. Namun dikarenakan latar belakang istri terdahulu, sikap suami yang tidak menghargai istri (semena-mena), perhitungan dalam hal keuangan, dan bisa jadi tidak mencukupi untuk keluarga inti sendiri apalagi harus berbagi kepada keluarga besar. Dan diperkuat dengan 4 alasan di atas maka tidak ada salahnya suami membuka hatinya untuk memperbolehkan istri bekerja dalam artian tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Dan dikarenakan jaman pun sudah berubah bahwa kerja tidak mesti di luar rumah saja, atau tidak harus menjadi wanita karir yang bekerja di kantoran pergi pagi pulang malam. Namun bisa di rumah secara online dengan berbagai jenis bentuk profesi yang ada saat ini sehingga tidak perlu meninggalkan rumah dan mengabaikan kewajiban untuk suami dan anak.
Karena membentuk rumah tangga adalah berdua maka menjalaninya pun harus dengan kesepakatan berdua. Sama-sama enak, dan tidak ada yang merasa dirugikan atau tersakiti.
So untuk keputusan apakah harus memaksa istri untuk harus menjadi ibu rumah tangga saja perlu dipertimbangkan latar belakang dan 4 alasan di atas. Jika rasanya masuk akal bisa dituruti kemauan istri untuk ikut bekerja juga. Namun jika rasanya tidak memungkinkan maka suami perlu membuka hati lebar-lebar menjadi suami yang dermawan, tidak perhitungan, dan lebih tepatnya terbuka masalah pemasukan dan serahkan pengaturan keuangan pada istri jika dirasa istri memang pintar mengaturnya. Karena istri merasa berarti jika ia dipercayakan memegang keuangan rumah tangganya. meskipun ia tidak menghasilkan uang namun ia bisa mengatur keuangan.
Aw, this was a really nice post. In concept I wish to put in writing like this moreover ?taking time and actual effort to make a very good article?however what can I say?I procrastinate alot and under no circumstances appear to get something done.