Menjadi seorang wanita yang sudah memiliki suami dan anak tidaklah mudah. Terlepas ia sebagai ibu full time di rumah atau ibu karir. Tentunya berbagai problematika atau pelemik melengkapi hidup dan kehidupannya.
Pertama mulai dari kesiapan dirinya untuk keluarga meskipun ia sedang tidak siap. Ia harus senantiasa siap dan bersegera karena ia sebagai garda terdepan dalam penyempurnaan keluarga.
Kedua seorang wanita harus memiliki ketegaran hati untuk menghadapi semua kekurangan yang ada. Seorang wanita harus mampu memolesnya didepan saudara dan orang lain agar terlihat baik-baik saja dan tampak sempurna.
Dan ketiga serba serbi. Ia dituntut untuk serba bisa. Dalam hal domestik semua harus ia kuasai dan pegang. maupun dalam pencarian nafkah sehari-hari.
Masalah demi masalah yang ia hadapi dalam menjalani hidup akan terasa berat jika ia memiliki pasangan yang tidak pengertian, tidak sesuai visi dan misi dalam menjalani rumah tangga, dan lepas dari tanggung jawab. Sudah dapat dipastikan wanita tersebut akan makan hati, kecewa hingga putus asa. Dan ditambah lagi tidak pernah ada apresiasi dari pasangan tentunya ia merasa tidak berarti.
Dan sebuah kata “DEMI…” harus dia hembuskan disetiap nafasnya. Agar kaki yang terseok tetap mampu menapaki hingar bingar kehidupan. (demi anak, demi keutuhan rumah tangga, demi orang tua, demi menjaga omongan tetangga. Sehingga demikian..harus tetap bertahan.)
Terhadap problem apapun itu. Tentunya aku, kamu, dia, mereka dan kita. Tepatnya sebut saja para wanita tentu pernah mengalami rasa putus asa dan tidak berarti dalam menjalani rumah tangga. Karena kita bukanlah makhluk yang sempurna sehingga mudah untuk terbawa dengan kondisi luar yang tidak sesuai dengan harapan.
Biasanya ketika seseorang merasa tidak berarti dan putus asa bisa jadi dikarenakan :
1. Power atau kemampuan yang ia miliki tidak terkerahkan dengan baik. Tidak sesuai passion dan ekspektasinya. Lebih tepatnya salah sasaran dan merasa sia-sia.
2. Kurangnya apresiasi dari pasangan. Atau sedang adanya masalah dengan pasangan. Sehingga timbulnya penyesalan dalam pernikahan.
3. Kurang bersyukur terhadap apa yang sudah dimiliki. Karena sering membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain.
Sebagai contoh : Ketika ia menjadi ibu yang full time di rumah atau tidak asing lagi dengan penyebutan seorang Ibu Rumah Tangga. Dimana power dan passion serta ekspektasinya adalah menjadi seorang wanita karir.
Namun sebuah keharusan menuntut dia untuk harus full di rumah. Dan setiap hari hanya dihadapkan dengan dapur, sumur , kasur. Lagi dan lagi dari terbit fajar hingga tenggelam ia larut dengan rutinitas tanpa tanda jasa yang jauh dari kata “apresiasi dan ekspektasi.”
Atau sebagai ibu bekerja (terpaksa dan karir biasa saja) yang seharusnya kebutuhan keluarga tanggung jawab suami / tanggung jawab bersama. Justru ia yang menjadi tulang punggung dikarenakan memiliki suami yang tidak bertanggungjawab.
Kaki di kepala, kepala di kaki. Waktu dan konsentrasinya terbagi, tak jarang ia lupa peran sesungguhnya, hingga berujung stres. Karena tekanan dari kantor dan juga ketidakmampuan memanage rumah tangga dengan baik.
Dari dua contoh diatas bisa terjadi ketika seorang ibu berputus asa dan tidak berarti dikarenakan ia tidak siap dengan keadaan yang ada, tidak ikhlas menjalani peran, dan terlalu berharap lebih kepada pasangannya. Sehingga batinnya terluka. Dan untuk itu dibutuhkannya penyembuhan diri atau dikenal dengan istilah self healing / healing.
Kembali ke topik. Karena saya sendiri pun pernah mengalami yang namanya ” putus asa dan tidak berarti” lantas apakah saya larut dengan rasa yang ada? Tentu tidak. Sebagai orang yang memiliki Tuhan dan kesadaran diri tentunya langkah healing yang paling utama sekali adalah senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan. Sang Maha pencipta dan penentu segalanya. Dan saya izinkan diri saya untuk bisa jadi ibu yang berarti dan berfungsi dengan baik sesuai passion saya.
Dan berikut 4 langkah healing yang saya lakukan ketika saya putus asa dan tidak berarti :
” 4 Langkah Healing Bagi Seorang Wanita Saat Merasa Putus Asa Dan Tidak Berarti Ketika Menjalani Kehidupan Rumah Tangga”
1. T : Tunda Rutinitas :
Saat kita sedang tidak baik hati, pikiran, atau badan. Hal pertama yang harus dilakukan untuk menjadi baik kembali adalah menunda rutinitas keseharian kita sejenak. Seorang ibu rumah tangga tak ada salahnya dalam 1 hari memilih untuk tidak melakukan rutinitas harian seperti memasak, mencuci, bersih-bersih, menjaga anak. Dan minta kontribusi suami untuk melakukannya. Karena saat jiwa dan hati yang sedang lelah butuh istirahat agar bisa semangat kembali seperti semula.
Demikian pula halnya dengan ibu yang berkarir di luar bisa minta jatah cuti. Istirahat di rumah atau pergi berlibur jika ada budget lebih.
2. I : Ingat Orang yang disayang :
Tak jarang ketika seseorang merasa putus asa dan tidak berarti ia cendrung berpikir hal di luar nalar. Sebagai contoh : Menyakiti diri sendiri / ingin mengakhiri hubungan pernikahan. Stop untuk berpikir hal yang aneh-aneh. Ingatlah bahwa ada yang sangat butuh kasih sayang kita, perhatian, serta nasehat. Ia adalah anak kita yang senantiasa butuh akan kehadiran diri kita. Sama halnya seperti diri kita sendiri meskipun sudah menjadi ibu namun kehadiran ibu kita sendiri senantiasa kita butuhkan.
So saat merasa putus asa dan tidak berarti maka ingatlah orang yang kita sayangi niscaya akan timbul rasa sadar diri bahwa kita dicintai dan berarti bagi mereka.
3. K : Kuasai diri :
Tidak ada orang lain yang lebih mengetahui dengan baik mengenai diri kita selain diri kita sendiri. Baik itu berupa kelebihan, kekurangan, perasaan sedih, bahagia, kecewa, dan untuk semua aib diri kita.
Jangan pernah menggantungkan apapun itu terhadap orang lain berupa materi ataupun non materi, berharap lebih agar orang lain memahami kita, berharap orang akan melakukan kebaikan yang sama saat kita baik kepadanya. Karena jika kita terlalu menggantungkan segala sesuatu kepada ciptaan Tuhan baik kepada yang bernyawa ataupun tidak, atau mengharapkan pujian, dll. Jika kita tidak memperoleh apa yang kita harapakan maka kekecewaan pun tentunya akan datang pada diri kita.
Terlebih saat kita sedang tidak baik (putus asa dan tidak berarti) maka jangan sampai orang lain yang menguasai diri kita sehingga kita hanya mengikuti saja apa saran orang tersebut tanpa tau mana yang seharusnya terbaik buat kita. Beruntung jika kita menemukan tempat saran yang tepat dan mengarahkan kita kepada yang baik. Nah jika tidak? Maka penyesalanpun akan datang tentunya.
So ketika kita tidak bergantung kepada selain makhluk Tuhan maka saat sedang tidak baik kita tetap bisa menguasai diri kita dengan baik. Dan berpikir sesuatu yang baik untuk kita jalani agar menjadi baik meskipun lingkungan tidak baik.
4. A : Action terbaik :
Saat sedang putus asa dan tidak berarti berdiam diri dengan cara menyesali hidup, sedih berkepanjangan, atau bahkan marah-marah bukanlah langkah yang tepat karena tentunya merugikan diri sendiri dan lingkungan. Bergegaslah segera ambil kaca dan berkacalah. Katakan bahwa “I’m special, I’m me” dan ingat hal apa yang pernah membuat kamu berarti dan bisa bantu banyak orang. Setelah itu lakukan apa yang ingin kamu lakukan dengan cara terbaik dari versi kamu.
Nah dari langkah-langkah di atas terhadap apapun dan bagaimanapun nantinya satu hal yang perlu diingat untuk penyemangat diri ketika down adalah : “Sedih dan bahagia saya yang berhak putuskan dalam hidup saya. So saya memilih dan mengizinkan diri saya untuk bahagia. Karena saya ingin berbagi kebahagian juga untuk orang-orang yang saya sayangi”