Ortu Jaman Old
25 tahun yang silam saat saya tengah duduk dibangku sekolah. Rerata teman-teman ketika ditanya mengenai cita-cita mereka selalu menjawab “Ingin menjadi dokter.”
Hal ini tentu dilatarbelakangi dari para orang tua yang mengarahkan anaknya bahwa profesi yang terbaik (membanggakan) itu adalah menjadi seorang dokter. Dengan cara mengenalkan dunia kedokteran kepada para anak. Membelikan mainan dokter-dokteran, mencari video atau film yang berkaitan dengan dunia medis, atau secara langsung mengunjungi fasilitas kesehatan.
Ortu jaman now
Pun saat saya hidup di jaman now sudah menjadi orang tua. Profesi terbaik (membanggakan) di mata para orang tua adalah menjadi seorang dokter. Tetap dengan cara yang sama mengenalkan dunia medis kepada anak dengan banyak cara sesuai perkembangan yang ada saat ini.
Lantas apakah pernyataan tersebut relate dengan saya?
“Sebagai anak : Ingin menjadi dokter (25 tahun silam) dan sebagai orang tua : ingin mendokterkan anak (jaman now)
Saat saya kecil. Profesi yang menarik bagi saya adalah menjadi guru agama, ustadzah, dan presenter. Lebih tepatnya saya suka dunia public speaking. Dan bersyukurnya saya bisa menggeluti dunia tersebut. Meskipun pada saat itu orang tua dan saudara kekeuh dan menyarankan saya untuk memilih dunia medis. Dengan alasan : Mencari kerja mudah, kehidupan terjamin, dan pada intinya uang besar untuk uang lebih besar. Itu menurut kesimpulan saya terhadap paksaan yang memang tidak masuk akal😄
Dan tak lain halnya dengan papa Shaqia (suami saya) ia sangat ingin sekali anaknya menjadi dokter. Hal itu ia nyatakan saat teman seniornya memiliki anak yang tengah menjalani pendidikan dokter.
Ketika saya tanya apa alasannya ingin anaknya menjadi dokter. Ia pun menjawab: Pertama, biaya pendidikan dokter itu besar. Jadi ketika orang tua mampu menyekolahkan anaknya di kedokteran sudah dapat dipastikan ia mampu secara moril dan materi.
Kedua, bangga pastinya lihat ia bisa bantu orang untuk sembuh.
Lantas bagaimana dengan saya? Tentu sama. Menjadi seorang dokter adalah kebanggaan bagi orang tua terhadap anaknya. Namun saya tidak mau mendikte anak dan mengatakan : bahwa profesi A lebih baik, daripada profesi B. Dan kamu harus menjadi A. Sehingga membuat anak tidak punya pilihan dan tidak tau apa yang sebenarnya dia mau.
Sejauh perjalanan yang saya tempuh, berdasarkan pengalaman hidup, dan belajar dari banyak hal. Mengenai sebuah pilihan hidup terhadap anak saya memiliki sebuah analogi :
“Ajari anakmu berenang, dan biarkan ia berenang di lautan lepas.”
Dalam hal ini orang tua memberikan kehidupan dan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dan ketika anak sudah dewasa maka orang tua sebaiknya tidak memaksakan keinginan pada anaknya. Karena anak memiliki kemampuan sendiri, dan ketika dia sudah memilih apa yang ia mau, sukai, dan mampu.
Maka berikan ia kepercayaan untuk bisa melakukan sendiri dan bertanggungjawab terhadap pilihannya. Dan mau jadi apa ia nantinya, apakah sesuai dengan pendidikan atau beda. Dan mungkin tidak jadi apa-apa itu adalah tergantung nasib dan takdirnya.
Tulisan ini saya share dikarenakan Minggu pagi Shaqia (Cia) mengikuti kegiatan Little Dentis (19/3/23) yang diadakan oleh tim : Kelas Main. Dalam hal ini bukan berarti saya memaksakan dan mendoktrin anak saya mengenai sebuah profesi.
Adapun alasan saya mengikuti kelas tersebut :
1. Sebagai kado ultah Cia yang ke-4 (18/3/23)
2. Cia senang sekali dengan profesi dokter gigi. Bukan karena arahan ortu.
3. Agar lebih aktif dan berani, bertemu dengan dunia baru dan orang-orang baru.
Di kelas main ini ada banyak pilihannya. Next Cia bakal ikuti kelas lainnya agar ia punya banyak pengalaman dan pandangan mengenai berbagai macam profesi.